Pesta Dadung? Pernah mendengarnya? Mungkin tradisi ini terdengar asing bagi anda terutama yang berada di luar Jawa Barat. Kesenian yang keren ini telah hidup sejak ratusan tahun lalu (diperkirakan sejak abad ke-18) berasal dari sebuah desa kecil yang indah, Legokherang, Kec. Cilebak, Kab. Kuningan, Jawa Barat. Dadung sendiri artinya tambang, biasanya terbuat dari serat kulit kayu waru, berfungsi untuk mengikat kerbau atau sapi. Ya, pesta dadung merupakan kesenian para penggembala (budak angon). Pada awalnya tradisi ini berupa kaulinan barudak yang dilakukan oleh para penggemabala untuk mengisi waktu luang saat menggembala di huma atau ladang. Lalu tradisi ini mengalami perubahan dari kaulinan barudak menjadi suatu tradisi sebagai sikap syukur penduduk setempat terhadap hasil panen karena mayoritas mata pencaharian mereka adalah dari sektor pertanian. Konon sejak awal, kesenian ini difungsikan untuk ritus kesuburan (pertanian). Ritus ini dimaksudkan sebagai bentuk pemujaan terhadap Ratu Galuh yang dipercaya sebagai ratu pelindung hewan. Ratu Galuh adalah penggembala ‘batin’ dengan banyak julukan seperti Nyai Pelenggirarang, Sang Ratu Biting, Sang Ratu Bopong, Ratu Geder Dewata, atau Ratu Koja Dewatana. Julukan sebagai ratu penggembala ini berkaitan erat dengan tipologi masyarakat Sunda yang tergolong sebagai masyarakat pastoral atau masyarakat ladang. Para penggembala (budak angon) ini sengaja diupacarakan agar mereka lebih semangat dan bergairah dalam menggembalakan ternaknya (biasanya kerbau atau sapi). Pesta dadung memiliki beberapa tahapan yaitu Rajah Pamunah, Tulak Allah atau Qulhu Sungsang, dan hiburan (tayuban). Rangkaian acara tersebut baru akan dimulai setelah semua persyaratan lengkap. Persyaratan? ya, sebelum dimulai ada beberapa hal yang harus dipenuhi yaitu pengumpulan dadung sepuh atau dadung pusaka, yakni dadung yang paling besar (dadung keramat) serta dadung para penggembala, dan sesajen yang terdiri atas: parawanten, rurujakan, dan jajanan pasar. Setelah siap, barulah sesepuh mulai membakar kemenyan dan membacakan mantra. Ini dia mantranya :
Allah kaula pangampura
parukuyan rat gumilang
aseupna si kendi wulang
ka gigir ka para nabi
ka handap ka ambu ka rama
nu calik tungtung damar
kadaharan tungtung kukus
sakedap kanu kagungan
Setelah mantra selesai dikumandangkan, dadung para penggembala diambil oleh para pemiliknya. Sementara dadung keramat diletakkan diatas sebuah baki dan dibawa oleh ronggeng sambil menari. Dadung tersebut kemudian diberikan kepada Kepala Desa dan diserahterimakan kepada Raksabumi untuk diberikan kepada sesepuh upacara. Gulungan dadung dibuka, ujung yang satu dipegang sesepuh upacara dan ujung yang satunya lagi dipegang oleh ketua RT. Sesepuh upacara kemudian melantunkan kidung rajah pamunah, yang diteruskan dengan pembacaan tulak Allah. Setelah itu, dadung kemudian ditarikan oleh kepala desa disertai para aparat desa dan ronggeng dalam iringan lagu renggong buyut. Setelah selesai, dadung kemudian disimpan kembali dan acara dilanjutkan dengan tayuban. Penarinya adalah para penggembala dan masyarakat yang hadir dalam upacara tersebut. Mereka menari sampai pagi dan berakhir sekitar pukul 04.00 pagi. Kini, pesta dadung tersebut dijadikan sebagai salah satu bagian dari upacara miceun hama (membuang hama) di Situ Hyang dalam rangkaian upacara Seren Taun di Cigugur, Kabupaten Kuningan. Oh iya, sebenarnya pesta dadung diiringi oleh gamelan renteng tetapi karena gamelannya terbakar pada masa DI/TII akhirnya diganti dengan dogdog dan kini diiringi oleh gamelan pelog atau salendro. Dahulu, tradisi ini dilaksanakan setiap tahun menjelang musim tanam atau pada masa katiga (menjelang musim hujan turun) kemudian waktu pelaksanaannya diubah menjadi setiap tanggal 18 Agustus berkaitan dengan HUT Kemerdekaan RI. Namun, saat ini pesta dadung hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu (tidak setiap tahun). Kendati dalam perjalanannya tidak semulus tradisi lain. Namun paratetua/sesepuh desa tidak mengharapkan tradisi tersebut punah karena tradisi ini sudah turun temurun.
referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar