"Jika Anda bangun tidur terlalu siang hingga matahari hampir berdiri, akan berakibat bentuk rezeki yang akan datang akan selalu menjauh kembali"
"Janganlah Anda mengeluarkan suara ketika sedang makan, karena akan berakibat menjadi bahan gunjingan orang lain, atau menjadi pengundang binatang buas"
Pernahkah Anda mendengar ungkapan-ungkapan di atas? mungkin dari orang tua, nenek atau dari sumber lain. Mungkin diantara Anda ada yang dibesarkan dengan larangan-larangan seperti di atas tetapi dalam bahasa daerah tempat Anda tinggal?. Bagi masyarakat yang bertempat tinggal di Pulau Jawa larangan-larangan tersebut tentu sudah tidak asing lagi. "Pamali", begitu orang sunda menyebutnya atau orang jawa mengenalnya "ora ilok". Pamali ini berisi pantangan-pantangan yang di dalamnya terdapat hukum sebab-akibat. Uniknya, antara sebab dan akibat ini sering kali tidak ada kaitannya sama sekali bahkan secara logika tidak masuk akal. "Jangan duduk di atas meja karena akan menyebabkan Anda memiliki banyak hutang" Secara logika tentu sangat tidak berkaitan antara duduk di atas meja sebagai penyebab dengan banyak hutang sebagai akibat. Contoh lain, "Janganlah mendahului makan sebelum orang tua makan, karena akan menjadikan sulit untuk mendapatkan rezeki". Sekarang coba kita lihat dari segi esensi (baca : makna), meskipun cenderung tidak masuk akal, sebagian besar pamali yang saya jumpai berisi larangan-larangan yang positif, artinya perbuatan yang dilarang tersebut memang buruk atau tidak sesuai etika. Makan di depan pintu misalnya, tanpa diikuti dengan "kelak akan berakibat sulit mencari jodoh" pun kita sudah mengerti bahwa hal tersebut tidak baik karena apabila kita makan di depan pintu kita akan menghalangi jalan orang yang akan keluar atau masuk ke rumah kita. Secara akal sehat juga kita tahu bahwa tempat makan adalah di meja makan atau sekalipun lesehan tempat makan tersebut haruslah di tempat yang tidak mengganggu orang lain. Bangun terlalu siang juga tidak baik karena hal tersebut menunjukkan sifat malas dan ketidakteraturan. Bagi anak sekolahan bangun terlalu siang sudah jelas akan mengakibatkan dia terlambat (jika jadwal sekolahnya pagi). Bagi seorang pedagang, bangun terlalu siang tentu akan menyebabkan kesempatannya menjadi semakin sempit (waktu berjualan lebih sempit). Mungkin ini salah satu alasan kenapa bangun terlalu siang dikaitkan dengan susah mendapat rezeki. Di daerah tempat saya tinggal, mitos pamali ini memiliki sugesti lebih kuat daripada larangan dengan makna sebenarnya. Sebagai contoh adalah larangan kencing di bawah pohon. Pohon-pohon rindang adalah tempat para petani untuk melepas lelah setelah seharian bekerja di sawah, sayangnya beberapa orang justru malah buang air kecil di bawahnya. Anehnya, kegiatan tersebut terus berlangsung sekalipun ada tulisan "Dilarang kencing di sini!". Tapi di beberapa pohon justru tidak ada satupun orang yang kencing di bawahnya meskipun tidak ada larangan secara tertulis. Setelah saya telusuri ternyata ada mitos yang berkembang di masyarakat bahwa jika ada yang kencing di bawah pohon tersebut, maka (maaf) kemaluannya akan membengkak karena pohon tersebut ada penunggunya. Tentu saja pohon yang tidak dikencingi tersebut menjadi nyaman untuk beristirahat. Terlepas dari mitos tersebut terjadi atau tidak, dari fenomena ini kita dapat melihat betapa besarnya pengaruh dari pamali.
Ada orang yang berpendapat bahwa pamali ini bisa menyebabkan syirik. Namun kita tidak berhak menghukumi seseorang itu syirik karena tidak ada yang tahu hati orang tersebut selain dirinya dengan Sang Pencipta. Tapi kita juga harus menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan syirik itu sendiri. Terlepas dari hal tersebut, marilah kita pandang esensi dari pamali. Jika pesan yang terkandung di dalamnya baik maka sangat salah jika kita mengabaikannya. Maksud saya, lihatlah manfaat yang sebenarnya Anda peroleh dari larangan tersebut. Tapi, saya pikir akan lebih baik apabila kita menyampaikan sebuah pesan dengan kata-kata yang sebenarnya. Dan akan lebih baik pula jika kita menerima pesan tersebut serta mengerjakannya.